by @kusmansadik

Allah Swt mengetengahkan banyak kisah di dalam al-Quran sebagai pelajaran bagi manusia. Salah satunya adalah kisah Fir’aun (Ramesses II), seorang penguasa Mesir yang memiliki kekuasaan, kekayaan, dan militer yang tanpa tanding pada masanya. Saking berkuasanya hingga muncul kesombongannya dengan memproklamirkan diri sebagai Tuhan.

Fir’aun bisa menjadi simbol kediktatoran dan kerefresifan seorang penguasa. Karena takut kehilangan tahtanya, sesuai logikanya dia kemudian memerintahkan untuk membunuh bayi laki-laki yang baru lahir dan membiarkan bayi perempuan hidup. “Yudzabbihuuna abnaa-akum wa yastahyuuna nisaa-akum”, demikian petikan dalam surat al-Baqarah ayat ke-49.

Fir’aun lupa bahwa dulu dia hanya setetes nuthfah yang hina. Kemudian jadi penguasa lalu takabur dan diktator. Karena kesombongannya dia tidak sadar bahwa Allah Swt, Tuhan penguasa langit dan bumi, dapat menggagalkan segala rencanananya bahkan bisa berubah menjadi titik balik kehancurannya.

Di tengah kediktatorannya membunuh bayi laki-laki yang baru lahir itu, nun jauh di sana seorang ibu yang bernama Yokabid menghanyutkan bayi laki-lakinya dalam sebuah wadah (tabut) di aliran sungai Nil. Itu dilakukan untuk menyelamatkan bayinya dari tentara Fir’aun. Tabut yang berisi bayi laki-laki itu kemudian ditemukan oleh Asiah, istri Fi’aun, dan membawanya ke istana.

Rangkaian kejadian itu adalah bagian rencana Allah Swt di luar kesadaran Fir’aun, yang mengantarkan bayi laki-laki tersebut selamat hingga istana. Bayi laki-laki itu sangatlah lucu yang menggugah hati Asiah untuk merawatnya dan mencegah Fir’aun untuk membunuhnya.

Demikian, bayi laki-laki yang tidak lain adalah bayi Nabi Musa itu telah diantarkan oleh Allah Swt masuk ke jantung istana Fir’aun. Padahal bayi itulah yang kelak akan mengakhiri kekuasaan Fir’aun yang sangat kejam dan diktator itu.

Singkat cerita, melalui tangan Nabi Musa, Fir’aun dan bala tentaranya akhirnya ditenggelamkan secara mengenaskan oleh Allah Swt di Laut Merah. Mayat Fir’aun yang terapung di tepi pantai kemudian diawetkan oleh warga Mesir menjadi mumi. Sosokt Fir’aun dalam wujud mumi tersebut masih bisa kita saksikan hingga kini di The Museum of Antiquities di Kairo Mesir.

Siapapun yang melihat mumi tersebut akan tersentak kesadarannya. Yakni sadar bahwa begitulah nasib seorang penguasa diktator yang menghalangi dakwah Nabiyullah Musa AS. Dari dulunya seorang maharaja hingga terjerembab hina dan mengenaskan di Laut Merah.

Sejarah akan terus berulang, yang berbeda hanya waktu dan pelakunya. Mereka yang diktator serta menghalangi dakwah, sekuat dan setangguh apapun, akhirnya akan terhempas dan terhina. Inilah pesan pentingnya.

LEAVE A REPLY